JUREID

JUREID
creator

Jumat, 22 November 2019

FIQH MUAMALAH


DI SUSUN OLEH JUREID BERDASARKAN BUKU AJAR AKTUALISASI
A.       Pendahuluan
Ekonomi syariah bila dilihat dari aspek fiqh klasik, seharusnya dikembalikan pada disiplinnya semula, yaitu fiqh muamalah, sehingga ia terbuka terhadap semua pemahaman terhadap teks dalam interaksinya dengan realitas. Dengan sifatnya yang demikian, pengajaran ekonomi syariah juga harus bersifat komprehensif dengan meliputi segala pandangan dan pemahaman yang muncul sepanjang sejarah peradaban umat, baik yang klasik maupun yang kontemporer, dengan berbagai macam argumentasi dan latar sosialnya masing-masing.
Fiqh muamalat harus di formulasikan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu Prinsip dasar (al- mabadi), parsial (alqawa‘id) dan persoalan implementasi parsial (ash shuwar al juz’iyyah).
Prinsip dasar adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar, memiliki kebenaran pada dirinya, bersifat universal seperti prinsip keadilan, kemaslahatan, dan kepemilikan mutlak bagi Allah Swt. Prinsip parsial adalah dasar-dasar yang berkaitan dengan penerapan suatu persoalan, yang secara umum juga tidak bisa ditawar, hanya terkait dengan penerapan, terkadang terjadi penyesuaian. Seperti prinsip-prinsip transaksi yang harus saling menguntungkan, rela satu sama lain, transparan dan tidak ada spekulasi yang naïf. Sementara persoalan banyak masuk ke dalam wilayah yang furu’iyyah, atau parsial dan spekulatif. Namun yang paling penting dalam segala kondisinya adalah terjaminnya prinsip dasar yaitu keadilan dan kemasahatan sesuai maqashid syariah.
B.       Pengertian Fiqh Muamalah
Fiqh muamalat terdiri dari dua kata yaitu fiqh dan muamalah. Secara etimologi, fiqh berarti faham (اَلْفَهْمُ) atau pengertian, pengetahuan. Misalnya   ( فَقهت الدرس) saya faham pelajaran itu).[1] Ini sesuai dengan bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu :
مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خيراً يُفَقِّه فِى الدِّينِ
barang siapa yang kehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisiNya, niscaya diberikan kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan agama

Menurut terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan mencakup seluruh ajaran agama, baik akidah, akhlak, maupun ibadah (amaliah) yang sama artinya dengan syar’iah Islamiyah. Namun pada perkembangannya, fiqh diartikan sebagai pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
Sedangkan muamalah (المعاملة) masdar dari kata (عامل- يُعَامِلُ- مُعَامَلَةً) wajarnya adalah  (فَاعَلَ- يُفَاعِلُ- مُفَاعَلَةً) yang artinya saling bertindak, saling bebuat, saling beramal. Muamalah adalah peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal tukar-menukar harta.
Secara terminologi, pengertian fiqh muamalah ada yang luas dan yang sempit. Dalm arti luas fiqh muamalah adalah “peraturan-peraturan Allah yang harus ditaati dan diikuti dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia,[2] yang mana kepentingan tersebut adalah aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi”.[3] Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fiqh muamalah adalah hukum (aturan-aturan) Allah swt yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dalam hal bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga tidak adalah pemisahan dalam hal agama dengan aktivitas tersebut. apa yang dilakukan di dunia akan senantiasa mengikuti peraturan Allah (al quran dan hadis) untuk kebaikan akhirat.
C.       Pembagian Fiqh Muamalah
ada yang (ibnu Abidin) [4]membagi menjadi :
1.      Muwadhah maliyah (hukum kebendaan)
2.      Munakahat (hukum perkawinan)
3.      Muhasanat (hukum acara)
4.      Amanat dan ‘Aryah (pinjaman)
5.      Tirkah (harta peninggalan).
Sedangkan menurut pendapat lain (al Fikri) muamalah dibagi dua yaitu:[5]
1.      Al muamalah al madiyah
Adalah muamalah yang mengkaji masalah objek atau bendanya. Hal ini terkait kebendaan dan hubungannya dengan halal, haram dan syubhatnya benda yang dijadikan objek muamalah.
2.      Al muamalah al adabiyah
Adalah aktivitas muamalah yang ditinjau dari segi subjeknya, yaitu bagaimana melakukan tukar-menukar barang, bagaimana perilakunya, yang dalam hal ini dapat digambarkan dalam bentuk sikap seperti hasud, iri, ridha, dusta, jujur, dan lain-lain. Dengan kata lain diterapkan atau tidaknya prinsip antaradin minkum tersebut.


D.       Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
1.      Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
Sighat (Ijab dan Qabul), saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari panda indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran dan pertukaran harta.
2.      Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
a.       Jual beli
b.      Gadai
c.       Jaminan dan tanggungan
d.      Pemindahan utang
e.       Batas bertindak
f.       Perkongsian
g.       Sewa menyewa
h.      Upah
i.        Dan lain lain yang berhubungan dengan muamalah dan ekonomi serta interaksi sosial lainnya.
E.       Konsep Dasar Muamalah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
·           Hukum asal dalam muamalat adalah mubah
·           Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
·           Menetapkan harga yang kompetitif
·           Meninggalkan intervensi yang dilarang
·           Menghindari eksploitasi
·           Memberikan toleransi
·           Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah
F.        Hubungan antara Fiqh Muamalah denga Fiqh Lainnya
1.      Ada yang membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Ibadah
b.      Muamalah
2.      Ada yang membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Ibadah
b.      Muamalah
c.       Uqubah (pidana Islam)
3.      Ada yang membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Ibadah
b.      Muamalah
c.       Munakahat
d.      Uqubah (Pidana Islam)
G.      Fiqh Muamalat Kontemporer
Kalau kita mengartikan kontemporer dengan perkembangan masa kini, modern dan terbaru maka dapat kita simpulkan bahwa fiqh muamalat kontemporer adalah aturan-aturan Allah swt yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dalam bermasyarakat dalam kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan dalam bentuk bentuk transaksi masa kini. Semua hukumnya merupakan ijtihad para ulama terhadap masalah hukum Islam yang terjadi pada masa sekarang ini dengan menggali sumber hukum Islam (alqur’an dan sunnah) serta megintegrasikan iptek untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat.
H.      Ruang lingkup fiqh muamalat kontemporer
1.         Persoalan transaksi bisnis kontemporer yang belum dikenal zaman klasik. Lingkup ini membahas setiap transaksi yang baru bermunculan pada saat ini. Seperti uang kertas, saham, Obilgasi, reksadana, MLM, Asuransi. Salah satu contoh lingkup ini adalah asuransi, asuransi merupakan pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya). Pada zaman klasik transaksi akad asuransi ini belum ada, walaupun akad ini dikiaskan dengan kisah ikhtiar mengikat unta sebelum pergi meninggalkannya. Akad ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan dalam Syariat Islam selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.
2.         Transaksi bisnis yang berubah karena adanya perkembangan atau perubahan kondisi, situasi, dan tradisi/kebiasaan. Perkembangan tekhnologi yang semakin cepat dan canggih menghadirkan berbagai fasilitas dengan berbagai kemudahannya begitu pula dalam hal bisnis. Contohnya penerimaan barang dalam akad jual beli (possesion/qabd), transaksi e-bussiness, transaksi sms
3.         Transaksi Bisnis Kontemporer yang menggunakan nama baru meskipun substansinya seperti yang ada zaman klasik, misalnya bunga bank yang sejatinya adalah sama dengan riba, Jual beli Valuta Asing. Walaupun Riba telah berganti nama yang lebih indah dengan sebutan Bunga, namun pada hakikatnya substansinya tetaplah sama dimana ada pihak yang mendzalimi dan terdzalimi, sehingga hokum bunga sama dengan riba yang telah jelas keharamannya dalam al-Qur’an.
4.         Transaksi bisnis modern yang menggunakan beberapa akad secara berbilang, seperti IMBT. Dalam lingkup ini membahas bahwa pada masa Kontemporer ini ada beberapa akad yang dimodifikasikan dalam suatu transaksi bisnis. Hal ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hukum bisnis syari’ah yang telah diuraikan diatas.

I.         Prinsip-Prinsip Muamalah
Kemaslahatan manusia, baik yang bersifat individu maupun yang terkait dengan kelompok (masyarakat) sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan dan masyarakat dimana mereka hidup. Masyarakat senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman begitupun dengan aktivitas muamalah yang dilakukan manusia terus berkembang, sehingga banyak melahirkan akad dan bentuk transaksi muamalah yang baru, akan tetapi apapun bentuk muamalahnya tetap harus sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah digariskan oleh syara‟. Prinsip-prinsip muamalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pada asalnya muamalah itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya (al-ashl fi al-muamalah al ibahah hatta yaquna al-dalil „ala al-tahrim)
2.      Muamalah itu hendaknya dilakukan dengan suka sama suka („an taradhin)
3.      Muamalah yang dilakukan hendaknya mendatangkan maslahat dan menolak madharat (Jalb al-mashalih wa dar‟u al-mafasid)
4.      Dalam muamalah itu harus terlepas dari unsur gharar, kezhaliman dan unsur lain yang diharamkan berdasarkan syara‟.
Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas bahwa muamalah yang di lakukan itu harus mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemadharatan bagi manusia, maka segala bentuk muamalah itu harus mengandung asas-asas muamalah sebagai berikut:
1        Asas tabaadulul manaafii yang berarti bahwa segala bentuk kegiatan muamalah harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak pihak yang terlibat.
2        Asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang menghendaki agar harta itu tidak hanya di kuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus terdistribusikan secara merata diantara masyarakat, baik kaya maupun miskin.
3        Asasan taraadin atau suka sama suka, asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalah antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing.
4        Asas adamul gharar, yang berarti bahwa setiap bentuk muamalah tidak boleh ada gharar yaitu tipu daya atau segala sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya.
5         Asas al-birr wa at-taqwa, asas ini menekankan bentuk muamalah dalam rangka pelaksanaan saling tolong menolong antar sesama manusia untuk albirr wa al-taqwa yakni kebajikan dan ketaqwaan dalam berbagai bentuknya.
6         Asas musyarakah, yang menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah merupakan masyarakat manusia









[1] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 13
[2] Ini pengertian menurut Muhammamd Yusuf Musa yang dikutip dari Abdul Majid, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam (Bandung: IAIN SGD, 1986), hal. 1.
[3] Ad-Dimyati, Lanah ath Thalibin, (Semarang: Toha Putra, tt), hal. 2
[4] Nana Masduki, Fiqh Muamalah (Diktat) (Bandung: IAIN SGD, 1987) hal 4
[5] Ibid,