DI SUSUN OLEH JUREID BERDASARKAN BUKU AJAR AKTUALISASI
A.
Pendahuluan
Ekonomi syariah bila dilihat dari
aspek fiqh klasik, seharusnya dikembalikan pada disiplinnya semula, yaitu fiqh
muamalah, sehingga ia terbuka terhadap semua pemahaman terhadap teks dalam
interaksinya dengan realitas. Dengan sifatnya yang demikian, pengajaran ekonomi
syariah juga harus bersifat komprehensif dengan meliputi segala pandangan dan
pemahaman yang muncul sepanjang sejarah peradaban umat, baik yang klasik maupun
yang kontemporer, dengan berbagai macam argumentasi dan latar sosialnya
masing-masing.
Fiqh muamalat harus di formulasikan
ke dalam tiga klasifikasi, yaitu Prinsip dasar (al- mabadi),
parsial (alqawa‘id) dan persoalan implementasi parsial (ash shuwar al
juz’iyyah).
Prinsip dasar adalah sesuatu yang
tidak bisa ditawar, memiliki kebenaran pada dirinya, bersifat universal seperti
prinsip keadilan, kemaslahatan, dan kepemilikan mutlak bagi Allah Swt. Prinsip
parsial adalah dasar-dasar yang berkaitan dengan penerapan suatu persoalan,
yang secara umum juga tidak bisa ditawar, hanya terkait dengan penerapan,
terkadang terjadi penyesuaian. Seperti prinsip-prinsip transaksi yang harus
saling menguntungkan, rela satu sama lain, transparan dan tidak ada spekulasi
yang naïf. Sementara persoalan banyak masuk ke dalam wilayah yang furu’iyyah,
atau parsial dan spekulatif. Namun yang paling penting dalam segala kondisinya
adalah terjaminnya prinsip dasar yaitu keadilan dan kemasahatan sesuai maqashid
syariah.
B.
Pengertian Fiqh
Muamalah
Fiqh muamalat terdiri dari dua kata
yaitu fiqh dan muamalah. Secara etimologi, fiqh berarti faham (اَلْفَهْمُ) atau pengertian, pengetahuan. Misalnya ( فَقهت
الدرس) saya faham pelajaran itu).[1] Ini
sesuai dengan bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu :
مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خيراً يُفَقِّه فِى الدِّينِ
“barang siapa yang kehendaki Allah menjadi orang yang baik di
sisiNya, niscaya diberikan kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan
agama”
Menurut terminologi, fiqh pada
mulanya berarti pengetahuan keagamaan mencakup seluruh ajaran agama, baik
akidah, akhlak, maupun ibadah (amaliah) yang sama artinya dengan syar’iah Islamiyah.
Namun pada perkembangannya, fiqh diartikan sebagai pengetahuan tentang hukum
syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa
dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
Sedangkan muamalah (المعاملة) masdar dari kata (عامل-
يُعَامِلُ- مُعَامَلَةً)
wajarnya adalah (فَاعَلَ-
يُفَاعِلُ- مُفَاعَلَةً)
yang artinya saling bertindak, saling bebuat, saling beramal. Muamalah adalah
peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal
tukar-menukar harta.
Secara terminologi, pengertian fiqh
muamalah ada yang luas dan yang sempit. Dalm arti luas fiqh muamalah adalah “peraturan-peraturan
Allah yang harus ditaati dan diikuti dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
kepentingan manusia,[2]
yang mana kepentingan tersebut adalah aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan
keberhasilan masalah ukhrawi”.[3]
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fiqh muamalah adalah hukum
(aturan-aturan) Allah swt yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam
urusan keduniaan dalam hal bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehingga tidak adalah pemisahan dalam hal agama dengan aktivitas tersebut. apa
yang dilakukan di dunia akan senantiasa mengikuti peraturan Allah (al quran dan
hadis) untuk kebaikan akhirat.
C.
Pembagian Fiqh
Muamalah
ada yang (ibnu Abidin) [4]membagi
menjadi :
1.
Muwadhah
maliyah (hukum kebendaan)
2.
Munakahat
(hukum perkawinan)
3.
Muhasanat
(hukum acara)
4.
Amanat dan
‘Aryah (pinjaman)
5.
Tirkah (harta
peninggalan).
Sedangkan
menurut pendapat lain (al Fikri) muamalah dibagi dua yaitu:[5]
1.
Al muamalah al
madiyah
Adalah muamalah yang mengkaji masalah objek atau bendanya. Hal ini
terkait kebendaan dan hubungannya dengan halal, haram dan syubhatnya benda yang
dijadikan objek muamalah.
2.
Al muamalah al
adabiyah
Adalah aktivitas muamalah yang ditinjau dari segi subjeknya, yaitu
bagaimana melakukan tukar-menukar barang, bagaimana perilakunya, yang dalam hal
ini dapat digambarkan dalam bentuk sikap seperti hasud, iri, ridha, dusta,
jujur, dan lain-lain. Dengan kata lain diterapkan atau tidaknya prinsip antaradin
minkum tersebut.
D.
Ruang Lingkup Fiqh
Muamalah
1.
Ruang Lingkup
Muamalah Adabiyah
Sighat (Ijab dan Qabul), saling meridhai, tidak ada
keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran, penipuan,
pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari panda indra
manusia yang ada kaitannya dengan peredaran dan pertukaran harta.
2.
Ruang Lingkup
Muamalah Madiyah
a.
Jual beli
b.
Gadai
c.
Jaminan dan
tanggungan
d.
Pemindahan
utang
e.
Batas bertindak
f.
Perkongsian
g.
Sewa menyewa
h.
Upah
i.
Dan lain lain yang
berhubungan dengan muamalah dan ekonomi serta interaksi sosial lainnya.
E.
Konsep Dasar Muamalah
Sebagai
sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan
manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan
nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai
materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya
berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya,
sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan
muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara
kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
·
Hukum asal
dalam muamalat adalah mubah
·
Konsentrasi
Fiqih Muamalah untuk mewujudkan
kemaslahatan
·
Menetapkan
harga yang kompetitif
·
Meninggalkan
intervensi yang dilarang
·
Menghindari
eksploitasi
·
Memberikan
toleransi
·
Tabligh,
siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah
F.
Hubungan antara Fiqh Muamalah denga Fiqh Lainnya
1.
Ada yang
membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Ibadah
b.
Muamalah
2.
Ada yang
membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Ibadah
b.
Muamalah
c.
Uqubah (pidana Islam)
3.
Ada yang
membaginya menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Ibadah
b.
Muamalah
c.
Munakahat
d.
Uqubah (Pidana Islam)
G.
Fiqh Muamalat
Kontemporer
Kalau kita mengartikan kontemporer
dengan perkembangan masa kini, modern dan terbaru maka dapat kita simpulkan
bahwa fiqh muamalat kontemporer adalah aturan-aturan Allah swt yang wajib
ditaati yang mengatur hubungan manusia dalam bermasyarakat dalam kaitannya
dengan upaya pemenuhan kebutuhan dalam bentuk bentuk transaksi masa kini. Semua
hukumnya merupakan ijtihad para ulama terhadap masalah hukum Islam yang terjadi
pada masa sekarang ini dengan menggali sumber hukum Islam (alqur’an dan sunnah)
serta megintegrasikan iptek untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan
akhirat.
H.
Ruang lingkup
fiqh muamalat kontemporer
1.
Persoalan
transaksi bisnis kontemporer yang belum dikenal zaman klasik. Lingkup ini
membahas setiap transaksi yang baru bermunculan pada saat ini. Seperti uang
kertas, saham, Obilgasi, reksadana, MLM, Asuransi. Salah satu contoh lingkup
ini adalah asuransi, asuransi merupakan pertanggungan (perjanjian antara dua
pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila
terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan
sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya). Pada zaman klasik transaksi akad
asuransi ini belum ada, walaupun akad ini dikiaskan dengan kisah ikhtiar
mengikat unta sebelum pergi meninggalkannya. Akad ini dapat dibenarkan atau
diperbolehkan dalam Syariat Islam selama tidak sejalan dengan apa yang
diharamkan dan memenuhi ciri-ciri hokum bisnis syari’ah yang telah diuraikan
diatas.
2.
Transaksi
bisnis yang berubah karena adanya perkembangan atau perubahan kondisi, situasi,
dan tradisi/kebiasaan. Perkembangan tekhnologi yang semakin cepat dan canggih
menghadirkan berbagai fasilitas dengan berbagai kemudahannya begitu pula dalam
hal bisnis. Contohnya penerimaan barang dalam akad jual beli (possesion/qabd),
transaksi e-bussiness, transaksi sms
3.
Transaksi
Bisnis Kontemporer yang menggunakan nama baru meskipun substansinya seperti yang ada zaman klasik, misalnya bunga bank yang
sejatinya adalah sama dengan riba, Jual beli Valuta Asing. Walaupun Riba telah
berganti nama yang lebih indah dengan sebutan Bunga, namun pada hakikatnya
substansinya tetaplah sama dimana ada pihak yang mendzalimi dan terdzalimi,
sehingga hokum bunga sama dengan riba yang telah jelas keharamannya dalam
al-Qur’an.
4.
Transaksi
bisnis modern yang menggunakan beberapa akad secara berbilang, seperti IMBT.
Dalam lingkup ini membahas bahwa pada masa Kontemporer ini ada beberapa akad
yang dimodifikasikan dalam suatu transaksi bisnis. Hal ini dapat dibenarkan
atau diperbolehkan selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi
ciri-ciri hukum bisnis syari’ah yang telah
diuraikan diatas.
I.
Prinsip-Prinsip Muamalah
Kemaslahatan manusia, baik yang bersifat
individu maupun yang terkait dengan kelompok (masyarakat) sangat ditentukan
oleh perkembangan lingkungan dan masyarakat dimana mereka hidup. Masyarakat
senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman begitupun dengan aktivitas
muamalah yang dilakukan manusia terus berkembang, sehingga banyak melahirkan
akad dan bentuk transaksi muamalah yang baru, akan tetapi apapun bentuk
muamalahnya tetap harus sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah
digariskan oleh syara‟. Prinsip-prinsip muamalah tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Pada asalnya
muamalah itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya (al-ashl
fi al-muamalah al ibahah hatta yaquna al-dalil „ala al-tahrim)
2.
Muamalah itu
hendaknya dilakukan dengan suka sama suka („an taradhin)
3.
Muamalah yang
dilakukan hendaknya mendatangkan maslahat dan menolak madharat (Jalb
al-mashalih wa dar‟u al-mafasid)
4.
Dalam muamalah
itu harus terlepas dari unsur gharar, kezhaliman dan unsur lain yang diharamkan
berdasarkan syara‟.
Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas bahwa
muamalah yang di lakukan itu harus mendatangkan kemaslahatan dan menolak
kemadharatan bagi manusia, maka segala bentuk muamalah itu harus mengandung
asas-asas muamalah sebagai berikut:
1
Asas tabaadulul
manaafii yang berarti bahwa segala bentuk kegiatan muamalah harus memberikan
keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak pihak yang terlibat.
2
Asas pemerataan
adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang
menghendaki agar harta itu tidak hanya di kuasai oleh segelintir orang sehingga
harta itu harus terdistribusikan secara merata diantara masyarakat, baik kaya
maupun miskin.
3
Asas ‘an taraadin atau suka sama suka, asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk
muamalah antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan
masing-masing.
4
Asas adamul
gharar, yang berarti bahwa setiap bentuk muamalah tidak boleh ada gharar
yaitu tipu daya atau segala sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa
dirugikan oleh pihak lainnya.
5
Asas al-birr wa at-taqwa, asas ini
menekankan bentuk muamalah dalam rangka pelaksanaan saling tolong menolong
antar sesama manusia untuk albirr wa al-taqwa yakni kebajikan dan ketaqwaan
dalam berbagai bentuknya.
6
Asas musyarakah, yang menghendaki bahwa
setiap bentuk muamalah merupakan masyarakat manusia
[2] Ini pengertian menurut Muhammamd Yusuf Musa yang dikutip dari Abdul Majid,
Pokok-Pokok Fiqh Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam (Bandung: IAIN
SGD, 1986), hal. 1.
[3]
Ad-Dimyati, Lanah ath Thalibin, (Semarang: Toha Putra, tt), hal. 2
[4]
Nana Masduki, Fiqh Muamalah (Diktat) (Bandung: IAIN SGD, 1987) hal 4
[5]
Ibid,