WORLDVIEW ISLAM
Artikel ini merupakan bagian dari jawaban penulis pada ujian semester
WORLDVIEW merupakan istilah umum yang hanya terbatas pada
pengertian ideologis, sekuler, kepercayaan animism, atau seperangkat
doktrin-doktrin teologis dalam kaitannya dengan visi keduniaan. Artinya
worldview dipakai untuk menggambarkan dan membedakan hakikat sesuatu agama,
peradaban, atau kepercayaan. Terkadang digunakan juga sebagai metode ilmu
pendekatan perbandingan agama. Kata worldview dalam bahasa inggris memiliki
makna yang sangat terbatas pada pandangan hidup saja. Oleh karena itu para
cendekiawan muslim mengambil kata-kata world view untuk makna pandangan hidup
yang spektrumnya menjangkau realitas keduniaan dan keakhiratan dengan menambah
kata sifat “islam”. Namun dalam bahasa islam para ulama mengekspresikan konsep
ini dengan istialh yang khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Karena pandangan hidup adalah suatu konsep yang dapat digunakan
untuk menggambarkan cara pandang manusia secara umum tanpa melihat bangsa atau
agama, maka beberapa definisi tentang worldview yang juga menggambarkan luas
dan sempitnya spektrumnya dapat dikemukanan di sini. Menurut Ninian Smart,
misalnya, worldview adalah kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat
dalam pikiran orang yang befungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan
perubahan sosial dan moral. Hampir serupa dengan Smart, Thomas F. Wall
mengemukakan bahwa worldview adalah sistem kepercayaan asas yang integral
tentang hakikat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi (An
integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and
the meaning of existence). Lebih luas
dari kedua definisi di atas Prof.Alparslan mengartikan worldview sebagai asas
bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiah dan
teknologi. Setiap aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan
hidupnya, dan dalam pengertian itu, maka aktivitas manusia dapat direduksi
menjadi pandangan hidup
Ada tiga poin penting dari defenisi di atas, yaitu bahwa worldview
adalah motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi
aktivitas ilmiah. Dala konsep sains hakikat worldview dapat dikaitkan dengan
konsep “perubahan paradigm” (paradigm shift) Thomas khun yang oleh Edwin
hung disebut sebagai weltanschuung revolution. Sehingga dengan defenisi
di atas kita dapat mengatakan bahwa worldview adalah identitas untuk membedakan
antara suatu peradaban dengan yang lain. World view melibatkan aktivitas epistemology
manusia sebab ia merupakan factor penting dlam aktivtas penalaran manusia.
Namun defenisi untuk worldview islam mempunyai nilai tambah karena
sumbernya dna sepktrumnya yang luas dan menyeluruh. Penggunaan kata sifat islam
menunjukkan bahwa istilah ini sejatinya adalah netral dan dapat digunakan untuk
menyifati worldview lain. Oleh karena itu ketika kata islam diletakkan di depan
kata woldview makna makna etomologis dan terminologisnya menjadi berubah.
Menurut beberapa ulama kontemporer, misalnya al Mauwdudi, worldview
adalah islam nazariyat (islamic vision) yang berarti pandangan hidup yang
dimulai dari konsep keesaan Tuhan (syahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan
kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab syahaadah adalah pernyataan moral
yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara
menyeluruh.
Sheykh Atif
al-Zayn mengartikan worldview sebagai al-Mabda’ al-Islâmî (Islamic Principle) yang
berarti aqîdah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang berdasarkan pada
akal. Sebab setiap muslim wajib beriman
kepada hakikat wujud Allah, kenabian Muhammad SAW, dan kepada al- Qur’an dengan
akal. Iman kepada hal-hal yang ghaib berdasarkan cara penginderaan yang
diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam
sebagai dîn yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, dengan dirinya dan lainnya. Masih bertumpu pada akidah,
Sayyid Qutb mengartikan worldview Islam dengan istilah al-Tasawwur al-Islâmî
(Islamic Vision), yang berarti akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk
dalam pikiran dan hati setiap muslim, yang memberi gambaran khusus tentang
wujud dan apa-apa yang terdapat di balik itu. Naquib al-Attas mengganti istilah
worldview Islam dengan Ru’yah al-Islâm li al-wujûd yang berarti pandangan Islam
tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang
menjelaskan hakikat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud
yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud. Dari
definisi worldview Islam menurut ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa meski
istilah yang dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat
bahwa Islam mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu. Selain
itu pandangan-pandangan di atas telah cukup baik menggambarkan karakter Islam
sebagai suatu pandangan hidup yang membedakannya dengan pandangan hidup lain.
Sebagai sebuah system yang secara defenitif begitu jelas, worldview
atau pandangan hidup memiliki karakteristik tersendiri yang ditentukan oeleh
beberapa elemen yang menjadi asas atau tiang penyokongnya. Menurut Thomas khun,
suatu pandangan hisup memiliki enam elemen atau karakteristik yaitu 1) Tuhan,
2) ilmu, 3) realitas, 4) diri, 5) etika, dan 6) masyarakat. Bagi Thomas elemen-elemen
pandangan hidup di atas merupakan suatu system yang integral, di mana antara
satu konsep berkaitan dengan konsep yang lain secara sistemik maka keenam
bidang pembahasan di atas yang merupakan elemen suatu pandangan hidup mempunyai
kaitan erat satu sama lain. Artinya kepercayaan individu terhadap adanya atau
tidak adanya Tuhan akan berkaitan secara konseptual dengan pandangan inidividu
tersebut terhadap ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat. Namun bagi Ninian
Smart, yang mengkaji worldview dalam konteks kepercayaan atau agama,
elemen pandangan hidup ditentukan oleh elemen-elemen dalam agama dan kepercayaan
masyarakat itu. Oleh sebab itu ia mengajukan enam elemen penting suatu
pandangan hidup, yaitu: 1) doktrin, 2) mitologi, 3) etika, 4) ritus, serta 5)
pengalaman dan kemasyarakatan.
Pandangan Smart terhadap agama nampaknya dipengaruhi oleh
persepsinya tentang agama di Barat, sebab di sini konsep Tuhan, ilmu, dan
realitas nampak absen dari elemen pandangan hidup agama. Pandangan Thomas, yang
melihat worldview secara filosofis, nampaknya lebih komprehensif,
meskipun, seperti yang akan dipaparkan nanti, elemen-elemen itu tidak selengkap
elemen-elemen dalam pandangan hidup Islam. Meskipun demikian elemen pandangan hidup
yang disampaikan oleh Thomas dan Ninian Smart berguna bagi upaya mencari
bidang-bidang pokok yang dapat digunakan untuk membandingkan antara satu
pandangan hidup dengan yang lainnya. Tidak banyak cendekiawan muslim yang
menggambarkan elemen-elemen pandangan hidup Islam secara terperinci.
Sheykh Atif al-Zayn, misalnya, tidak merincikan elemen pandangan
hidup Islam, namun hanya mengajukan karakteristik yang membedakan antara
pandangan hidup Islam dari pandangan hidup lain. Karakteristik itu hanya tiga: 1) berasal dari wahyu Allah,
2) berdasarkan konsep (dîn) yang tidak terpisah dari Negara, dan 3)
kesatuan antara spiritual dan material.
Sebagaimana Sheykh Atif al-Zayn, Sayyid Qutb juga melihat bahwa
pandangan hidup Islam itu menyeluruh dan tidak mempunyai elemen atau bagian (juz’).
Ia adalah keseluruhan sisi dan sempurna karena kesempuranaan sisi-sisinya.
Bahkan pandangan hidup Islam bukan ciptaan manusia, akal manusia tidak dapat
menciptakannya, karena ia berasal dari Allah. Di sini penekanan pada aspek
keilahian cukup menonjol, sedangkan aspek keilmuan tidak nampak. Seakan-akan
pandangan hidup Islam sama saja dengan wahyu yang tanpa penjelasan keilmuan.
Berbeda dari ketiga ulama di atas, Naquib al-Attas melihat worldview
Islam memiliki elemen yang sangat banyak dan bahkan yang merupakan jalinan konsep-konsep
yang tak terpisahkan. Di antara yang paling utama adalah 1) konsep tentang
hakikat Tuhan, 2) konsep tentang wahyu (al-Qur’an), 3) konsep tentang
penciptaan, 4) konsep tentang hakikat kejiwaan manusia, 5) konsep tentang ilmu,
6) konsep tentang agama, 7) konsep tentang kebebasan, 8) konsep tentang nilai
dan kebajikan, 8) konsep tentang kebahagiaan, 9) dan lain sebagainya. Di sini
al-Attas menekankan pada pentingnya konsep sebagai elemen pandangan hidup
Islam. Konsep-konsep ini semua saling berkaitan antara satu sama lain membentuk
sebuah struktur konsep yang sistemik. Elemen yang disampaikan Sheykh Atif,
Sayyid Qutb dan Syed Naquib al-Attas berbeda dalam penekanannya, tapi ketiganya
mempunyai kesamaan visi, yaitu bahwa pandangan hidup Islam berpusat pada akidah
atau kepercayaan kepada Tuhan. Namun apa yang membedakan pandangan hidup Islam
dari pandangan hidup lain mereka berbeda-beda. Shyakh Atif dan Sayyid Qutb
perbedaannya adalah pada asal atau sumber pandangan hidup tersebut, sedangkan
al-Attas melihat secara lebih konseptual dan praktis. Secara praktis
konsep-konsep penting yang diajukan al-Attas itu dapat berguna bagi penafsiran
makna kebenaran (truth) dan realitas (reality). Bagi al-Attas
untuk menentukan sesuatu itu benar dan riel dalam setiap kebudayaan berkaitan
erat dengan sistem meta- fisika masing-masing yang terbentuk oleh worldview.
Di sini kita melihat konsep pandangan hidup al-Attas dengan jelas
menekankan aspek epistemologis. Dan ini cukup signifikan dalam era moderninasi dan
globalisasi disaat mana terjadi disolusi konsep yang cenderung melemahkan
pandangan hidup Islam yang kekuatannya tertelak pada struktur konsepnya. Untuk
melihat sisi lain yang lebih detail mengenai hal itu, kita paparkan gambaran
al-Attas tentang elemen penting yang menjadi karakter utama pandangan hidup
Islam.
Elemen penting pandangan hidup Islam itu digambarkan dalam
poin-poin berikut ini. Pertama, dalam pandangan hidup Islam realitas dan
kebenaran dimaknai berdasarkan pada kajian metafisika terhadap dunia yang Nampak (visible world) dan yang tidak nampak
(invisible world). Kedua, pandangan hidup Islam bercirikan pada
metode berpikir yang tawhîdî (integral). Ketiga, pandangan
hidup Islam bersumber pada wahyu yang diperkuat oleh agama (dîn) dan
didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Keempat, elemen-elemen pandangan
hidup Islam terdiri utamanya dari konsep Tuhan dan diikuti oleh elemen lain yang
berpusat pada konsep Tuhan tersebut. Itulah elemen pandangan hidup atau worldview
Islam yang tidak saja membedakan Islam dari agama, peradaban dan kebudayaan
lain tapi juga membedakan metode berpikir dalam Islam dan metode berpikir pada
kebudayaan lain. Agar identitas pandangan hidup Islam dapat dipahami lebih
jelas lagi, ada baiknya dibahas pula pandangan hidup Barat.
World view islam adalah sebuah visi yang menyatukan kebenaran wahyu
dan ilmu pengetahuan secara harmoni. Islamic worldview didasarkan kepada
wahyu (al-Qur'an dan al-Hadits), pandangan ini akan dijadikan kerangka rujukan yang
bersifat fleksibel, untuk aturan maupun cara pandang terhadap
permasalahan-permasalahan ekonomi. namun
tidak bisa digantikan. Sehingga apapun hasilnya (formulasi, strategi,
kbeijakan, dll) akan selalu seirama dan patuh terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam al Qur’an dan al Sunnah. Islamic
worldview dibangun oleh tiga teori keyakinan pokok, yaitu Tauhid, khilafah
dan 'adalah. Implikasi dari Islamic worldview ini
adalah formulasi teoritis ekonomi Islam tidak hanya terfokus pada penjelasan
yang bersifat mekanistik atau positivistik terjadinya perilaku dan interaksi
ekonomi, sebagaimana terlihat dalam ekonomi modern, seperti dalam teori
konsumsi, pasar, upah, teori produksi, dan sebagainya. Namun, justru dalam
ekonomi Islam, perilaku ekonomi yang berimplikasi kepada etika, moralitas dan
nilainilai normatif lainnya dipandang penting dan karena itu perlu dimasukkan dalam
pengembangan teori.
Tauhid merupakan konsep inti dalam worldview Islam, mendasari
keyakinan manusia atas keesaan Allah dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan-
Nya. Tawhid juga memberikan pemahaman bahwa Allah telah menciptakan seluruh
alam semesta secara sadar dan terencana. Penciptaan alam ditundukkan Allah
sebagai sumber daya ekonomis dan keindahan bagi seluruh manusia. Implikasinya
adalah terbukanya kesempatan yang sama bagi manusia dalam memperoleh rezeki
Allah, meskipun ketidakmerataan ekonomi di antara manusia tak terlepas dari
kekuasaan Allah. Namun, dalam kerangka tawhid, perbedaan kemampuan secara
ekonomis ini justru mendorong pada adanya persaudaraan, saling membantu dan
bekerja sama dalam kegiatan ekonomi melalui mekanisme syirkah, qirad, dan
sebagainya.
Konsep khilafah dalam Islam menempatkan manusia sebagai
wakil Allah di muka bumi. Manusia mendapat sarana sumber-sumber materi yang dapat
membantunya dalam mengemban misinya secara efektif. Pemanfaatan sumber-sumber
pemberian Allah itu harus dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan (falah)
seluruh umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi sendiri sebagaimana
menjadi falsafah ekonomi konvensional. Karenanya, untuk mewujudkan tujuan ini,
Islam juga menjadikan konsep 'adalah sebagai bagian pandangan dunianya.
Dalam konteks sosio-ekonomi, tujuan keadilan mewujud pada distribusi
pendapatan, dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari falsafah moral Islam
yang mendasarkan pada persaudaraan kemanusiaan universal. Adanya dorongan
persaudaraan universal dan keadilan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah tidak akan
dapat direalisir tanpa adanya pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan.
Dalam ekonomi Islam, konsepsi ini berperan penting karena membedakannya dari
konsep rasionalitas ekonomi sebagaimana yang dijumpai dalam ilmu ekonomi
modern.
Atas dasar worldview yang demikian, sebagai upaya Islamisasi
ilmu ekonomi lahir beberapa konsep yang menjadi pilar paradigma ekonomi Islam. Pertama,
Islam memandang manusia mempunyai kewajiban moral menjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat. Adanya konsep persaudaraan dan
kesejahteraan manusia, universal sebagai implikasi dari paham tawhid dan
khilafah menunjukkan penekanan Islam pada sifat altruisme dalam diri manusia. Kedua,
Islam menjadikan moral sebagai mekanisme filter sebagai penyempurna bagi sistem
pasar yang juga diakui dalam Islam. Filter moral menekankan pada pendayagunaan
sumber daya ekonomi harus sejalan dengan konsep khilafah dan 'adalah. Ketiga,
mekanisme pasar bebas terkontrol. Islam menerima adanya campur tangan pemerintah
dalam pendistribusian secara merata sumber daya ekonomis. Peran negara dalam mekanisme
pasar dapat berupa bantuan untuk mewujudkan kesejahteraan dengan memantapkan
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan sosial, mempertahankan jalur
ekonomi di atas ketentuan yang telah disepakati, dan mencegah penyelewengan
melalui kepentingan pribadi. Ketiga pilar paradigma ekonomi Islam ini dipandang
sangat strategis dalam membangun sistem perekonomian Islami yang tidak hanya
mencari keuntungan pribadi, seperti yang menjadi watak dasar ekonomi
konvensional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar